Gambar di atas merupakan gambar Patung tari sekapur sirih yang terdapat di Tugu adipura Jambi. Patung tari sekapur sirih dibuat untuk menyambut tamu-tamu besar di Provinsi Jambi.Keagungan dalam gerak yang lembut dan halus menyatu dengan iringan musik serta syair yang ditujukan bagi para tamu. Menyambut dengan hati yang putih muka yang jernih menunjukkan keramahtamahan bagi tetamu yang dihormati. Tari ini menggambarkan ungkapan rasa putih hati masyarakat dalam menyambut tamu. Sekapur Sirih biasanya ditarikan oleh 9 orang penari perempuan, dan 3 orang penari laki-laki, 1 orang yang bertugas membawa payung dan 2 org pngawal
Rumah adat atau rumah tradisional Kerinci yakni Umoh Laheik atau umoh panja. Rumah ini berada di dekat Taman rimbo jambi. Rumah ini cukup ramai di kunjungi oleh orang-orang karena bentuknya yang menarik. Rumah adat Umoh Laheik atau umoh panja dulunya dibangun sambung-menyambung satu dengan yang lainnya sehingga menyerupai gerbong kereta yang sangat panjang, sepanjang larik atau lorong desa, dibangun di sisi kiri dan kanan sepanjang jalan. Konstruksi rumah Umoh Laheik atau umoh panja tanpa menggunakan fondasi permanen, hanya tumpukan batu alam tempat tiang ditenggerkan, juga tanpa menggunakan paku, hanya mengandalkan pasak dan ikatan tambang ijuk. Atapnya pada masa awalnya bukan seng atau genteng seperti masa sekarang, melainkan hanya jalinan ijuk. Dindingnya dulu adalah pelupuh (bambu yang disamak) atau kelukup (sejenis kulit kayu). Lantainya papan yang di-tarah dengan beliung. Material-material itu tidaklah memberatkan rumah.
Rumah adat atau rumah tradisional Kerinci yakni Umoh Laheik atau umoh panja. Rumah ini berada di dekat Taman rimbo jambi. Rumah ini cukup ramai di kunjungi oleh orang-orang karena bentuknya yang menarik. Rumah adat Umoh Laheik atau umoh panja dulunya dibangun sambung-menyambung satu dengan yang lainnya sehingga menyerupai gerbong kereta yang sangat panjang, sepanjang larik atau lorong desa, dibangun di sisi kiri dan kanan sepanjang jalan. Konstruksi rumah Umoh Laheik atau umoh panja tanpa menggunakan fondasi permanen, hanya tumpukan batu alam tempat tiang ditenggerkan, juga tanpa menggunakan paku, hanya mengandalkan pasak dan ikatan tambang ijuk. Atapnya pada masa awalnya bukan seng atau genteng seperti masa sekarang, melainkan hanya jalinan ijuk. Dindingnya dulu adalah pelupuh (bambu yang disamak) atau kelukup (sejenis kulit kayu). Lantainya papan yang di-tarah dengan beliung. Material-material itu tidaklah memberatkan rumah.